Kota Banjarmasin pada awalnya merupakan sebuah perkampungan yang bernama "Banjarmasih" yang terletak di bagian utara Muara Kuin. Nama Banjarmasin adalah sebutan orang Dayak Ngaju (Suku Berangas) bagi Suku Melayu yang berada di perkampungan bagian utara muara Sungai Kuin. Kata “Banjar” artinya perkampungan, sedang kata “Masih” artinya orang Melayu. Sehingga “Banjarmasih” artinya adalah perkampungan orang melayu.
Perkampungan ini tumbuh pesat sejak dijadikan pusat kerajaan oleh Pangeran Samudera pada abad ke 16. Pangeran Samudera adalah raja terpilih yang diusir dari kerajaan Daha di Hulu Sungai Utara. Setelah meminta bantuan dari wilayah lain di Kalimantan dan Kasultanan Demak di Jawa, Pangeran Samudera berhasil menaklukkan kerajaan Daha dan mendirikan kerajaan Banjarmasih dengan menaklukkan dan menguasai Bandar Muara Bahan, yaitu pelabuhan dan pusat perdagangan kerajaan Daha yang terletak di daerah Bakumpai di pinggir sungai Barito. Pada 24 September 1526 Pangeran Samudera masuk Islam dan bergelar Sultan Suriansyah. Momen ini selanjutnya dianggap dan ditetapkan sebagai hari jadi Kota Banjarmasin. Tahun 1747, VOC-Belanda memperoleh Pulau Tatas (Banjarmasin bagian barat) yang menjadi pusat Banjarmasin.
Kota Banjarmasin memiliki tipologi khas karena dialiri beberapa sungai yang membelah kota. Data dari Pemerintah Kota Banjarmasin tahun 1997 jumlah sungai sebanyak 117 sungai, dan tahun 2002 berkurang menjadi 70 sungai, sedang tahun 2012 jumlahnya menjadi 102 sungai setelah dilakukan normalisasi sungai. Begitu banyaknya sungai yang mengalir di Kota Banjarmasin, sehingga disebut sebagai “Kota Seribu Sungai”. Sejak jaman dahulu keberadaan sungai-sungai tersebut tidak terpisahkan dari kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kota Banjarmasin.
Sejarah panjang pembentukan dan perkembangan Kota Banjarmasin ditunjukkan oleh beberapa peninggalan budaya yang masih terawat dengan baik hingga saat ini, walaupun beberapa diantaranya sudah lapuk dimakan usia. Demikian juga adat istiadat dan budaya khas Banjar, masih dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Banjar.
B. KEGIATAN KOTA PUSAKA YANG TELAH DILAKUKAN DI BANJARMASIN
Sampai saat ini kawasan pusaka di Kota Banjarmasin masih banyak yang belum terjamah. Baik itu dalam hal pengelolaan, penataan, maupun revitalisasi kawasan.
Kawasan yang sudah mengalami penataan diantaranya:
- Pasar Terapung di Siring P. Tendean
- Kawasan Siring sungai Martapura di jl P. Tendean dan Jl. Jend.Sudirman (depan Masjid Sabilal Muhtadin) sebagai area publik
- Kawasan siring balai kota
- Kawasan Masjid dan Makan Sultan Suriansyah
- Masjid Jami sungai jingah dan makam Pangeran Antasari
- Museum Wasaka
- Kampung Sasirangan
- Klenteng Budhi Sutji di jalan veteran
C. ISUE DAN PERMASALAHAN
1. Isue Budaya Ragawi
Aset pusaka ragawi meliputi rumah tradisional, masjid, dan museum. Upaya penataan
dan pelestarian pada aset-aset ini terdapat permasalahan pada fisik, aturan serta upaya pengembangan dan promosi.
2. Isue Budaya Non Ragawi
Aset pusaka non ragawi meliputi kue tradisional, kesenian, dan kain sasirangan. Ketiga aset ini perlu dilestarikan dan dikembangkan agar keberadaannya tetap mencerminkan kebudayaan dan kekhasan Banjarmasin. Permasalahan yang ada yaitu terkait keberadaan aset ini, karena seperti kue tradisional dan kesenian sifatnya seasoning atau muncul pada saat event-event tertentu saja. Belum terakomodir dengan maksimal, maka agar
keberadaannya terus-menerus ada dan terwadahi, perlu ditingkatkan intensitas
pertunjukan kesenian misal melalui diadakan secara rutin pentas atau pertunjukan seni tari, musik, madihin, dll. Kain sasirangan merupakan aset pusaka yang memiliki kawasan tersendiri sebagai lokasi pembuatan hingga penjualannya, yaitu Kampung Sasirangan. Namun kondisi eksisting kawasan kurang tertata dan infrastruktur yang minim bagi wisatawan yang berkunjung
3. Isue Pusak Saujana
Aset pusaka saujana adalah Pasar Terapung. Upaya pelestarian yang dilakukan terdapat beberapa kendala dan permasalahan, yaitu:
- Kebersihan lingkungan sungai
- Aksesibiitas menuju lokasi
- Kawasan tepian sungai yang belum tertata dengan baik
- Ketersediaan moda angkutan dan akses antarmoda yang belum terakomodir maksimal
D. BEBERAPA ALTERNATIF KAWASAN PERENCANAAN
Landuse koridor Sungai Martapura yang berada di deliniasi alternatif 1 (RK.Ilir – Pasar Lama) sebagin besar merupakan area publik dan sampai saat ini terus dikembangkan oleh pemerintah. Dimana di kawasan tersebut terdapat 3 siring sungai, yaitu:
1. Siring Balai Kota, sebagai kawasan publik, berada di pusat perkantoran Kota, terdapat:
- Pelabuhan Pelelangan Ikan
- Lapangan Olahtaga
2. Siring Sudirman, Kawasan Publik di Kawasan Perdagangan terdapat:
- Kawasan Wisata Kuliner
- Masjid Sabilal Muhtadin
- Kawasan Perkantoran
- Pasar Sudimampir dan Ujung Murung
3. Siring P Tendean, kawasan publik siring sungai yang berada di pusat kota, terdapat:
- Pasar Terapung
- Menara Pandang & Rumah Anno
- Kampung Ketupat
E. PENETAPAN LOKASI PERENCANAAN
Berdasarkan diskusi yang dilakukan pada tahap FGD akhirnya ditetntukan lokasi Perencanaan DED adalah Siring Tendean dan akan dilanjutkan pada survey mendalam lokasi untuk dapat dikenali potensi dan permasalahannya agar dapat dilakukan analisis perencanaan dan konsep penataan

Tidak ada komentar:
Posting Komentar